Senin, 02 April 2007

Resolusi Iran dan Nasib Umur Pemerintahan SBY

Sejak agresi AS ke Irak 2001 lalu, skeptisme masyarakat Indonesia terhadap isu politik internasional yang menyangkut peran AS di kawasan Timur Tengah, semakin besar dan nyata. Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap AS adalah pihak yang bersalah terhadap kekacauan yang terjadi di dunia Arab dewasa ini, khususnya di Irak.
Sebelum peristiwa penyerangan AS ke Irak, masyarakat Indonesia hanya dapat menebak–nebak posisi AS melalui isu konflik Palestina-Israel. Masyarakat belum memiliki ukuran yang jelas, sejauh mana kehadiran AS menciptakan ketidakadilan di kawasan Timur-Tengah. Pasalnya AS kerap menampilkan wajah suci dalam menyelesaikan konflik di Timur- Tengah. Satu sisi, AS kerap mengambil peran sebagai inisiator perundingan damai Palestina-Israel, namun di sisi yang lain, AS selalu menutup mata terhadap tindakan semena-mena tentara Israel terhadap rakyat Palestina di jalur Gaza, sebaliknya justu menuding anak-anak muda Palestina yang menjadi pelempar-pelempar batu di sekitar jalur Gaza adalah teroris.

Setelah AS tidak dapat membuktikan kepada dunia mengenai keberadaan senjata pemusnah masal yang dijadikan pembenaran AS dan sekutunya melakukan agresi ke Irak, berbagai kalangan-yang sejak semula skeptis terhadap niat AS menyemai demokrasi di Timur Tengah - semakin gencar membuka selubung kepentingan politik, ekonomi dan ideologi negeri Paman Sam itu. Masyarakat pun akhirnya tidak lagi ragu untuk mengatakan demokrasi yang diperjuangkan AS di Timur Tengah adalah murni propaganda. Di balik itu, segudang kepentingan ekonomi dan politik justru memperlihatkan wajah yang sama sekali bertentangan dengan demokrasi.

Masih segar dalam ingatan bagaimana AS yang mengagungkan prinsip demokrasi, justru menegasikan pemerintahan Hamas yang menang dalam pemilihan umum Palestina beberapa waktu lalu dsb…dsb.

Dikaitkan dengan ketidakpuasan masyarakat (minus DPR) mengenai dukungan Indonesia terhadap resolusi PBB 1747, timbul pertanyaan dalam benak, kenapa Indonesia mendukung resolusi tambahan sanksi Iran itu, padahal anak SD pun tahu, resolusi tersebut merupakan akal-akalan AS memaksakan kehendaknya terhadap Iran.

Departemen Luar Negeri dalam hal ini yang menjadi eksekutor dan dapur kebijakan luar negeri Indonesia tidak diragukan berisi sarjana-sarjana yang sangat paham terhadap teori politik luar negeri dan kecenderungan negara super power seperti AS berkiprah di Timur Tengah, dengan segala kondisi obyektif yang dimiliki wilayah ini.

SBY dan Menlu Hassan Wirajuda gembar-gembor, keputusan mendukung tambahan sanksi atas Iran merupakan suatu cara Indonesia untuk mempengaruhi negeri kaum mullah untuk mengambil langkah lain agar membuka diri terhadap dialog dan mempersilahkan badan atom internasional kembali memeriksa fasilitas nuklirnya. Dalam bahasa SBY yang disampaikan saat Maulid di istana negara beberapa waktu lalu, “bahwa langkah Indonesia mendukung resolusi PBB 1747 merupakan perwujudan untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah. Indonesia terus menyerukan agar kawasan Timur Tengah bebas dari nuklir.” Kata SBY .

Tujuan yang mulia. Tetapi dengan pernyataan seperti itu Indonesia seakan seperti bocah berbadan besar yang lugu.

Pola penjatuhan sanksi sepertinya justru tidak akan membuat Iran melemahkan sikapnya dan menjadi lebih kooperatif. Dan jika kita berkaca pada sejarah, penjatuhan sanksi melalui PBB yang disponsori AS biasanya akan berujung pada agresi seperti yang terjadi terhadap Irak. AS tentunya bersorak ketika Indonesia menyatakan dukungannya terhadap resolusi 1474, pasalnya dengan dukungan tersebut AS semakin terlegitimasi untuk melakukan agresi terhadap Iran. Selama ini AS kesulitan untuk melakukan itu karena, beberapa negara Eropa masih mengedepankan dialog dengan Iran daripada cara-cara yang konfrontatif seperti yang diinginkan AS.

Dukungan Indonesia tentu sangat berarti bagi AS, karena meski Indonesia tidak “bergigi” dalam konstalasi politik global, toh, posisi Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduk muslimnya terbesar di dunia, dapat cukup diklaim sebagai representasi negara Islam. Sehingga kecurigaan ideologi terhadap AS dapat sedikit diredam.

Sementara itu pemerintah Iran yang notabene buah dari revolusi 1979 yang girahnya mengenyahkan hegemoni Barat khususnya AS dan membebaskan Palestina dari penjajahan Israel, sepertinya tidak akan tinggal diam dan akan terus melakukan perlawanan. Jika demikian, bagaimana caranya perdamaian di Timur Tengah akan terwujud? Sepertinya keputusan Indonesia mendukung agenda AS terhadap Iran lebih disebabkan hidden agenda yang tidak terkait dengan kenyataan politik di Timur Tengah.

Sebab itu maklum jika Komisi I DPR (apapun motivasinya) menggalang dukungan untuk mengajukan hak interpelasi. Wajar juga jika banyak masyarakat yang meradang dengan kebijakan luar negeri Indonesia ini. Deplu dan SBY tentu sudah menghitung resiko tersebut. Apapun keuntungan jangka pendek yang diraih pemerintah SBY yang mendukung resolusi 1747, yang jelas sangat berpengaruh terhadap nasib SBY di 2009 atau memang karena ada yang sengaja membiarkan SBY melakukan miskalkulasi politik dan menginginkan pemerintahan SBY berumur pendek ?okezone

Blogger Indonesia PKS Success Story

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hubungi Kami:

Kantor : Gedung twink Lt 3, Jl Kapten Tendean no. 82, Mampang Prapatan Jakarta Selatan
Telp: 021-73888872/021-70692409

Email : cheriatna@gmail.com




Entri Populer

Info Haji

Biro Travel Haji Plus dan Umroh Prima Saidah