Kalau di SCTV ada "Cinta Lama Bersemi Kembali", di pentas politik tanah air bakal ada yang namanya KLBS. Yang terakhir ini tak lain dari singkatan "Koalisi Lama Bersemi Kembali".
Sebagaimana diberitakan, PDI Perjuangan kembali menggandeng Partai Golkar. Langkah itu dimulai dari Medan, Sumatera Utara melalui acara "Silaturahmi Nasional PDIP dan Golkar,", Rabu (20/6) lalu. Adalah Taufik Kiemas (Ketua Deperpu PDI Perjuangan) dan Surya Paloh (Ketua Dewan Penasehat Golkar) yang mendeklarasikan kemesraan jilid dua ini.
Ada banyak alasan normatif yang dilansir keduanya mengenai persekutuan ini. Dari mulai soal kebutuhan adanya stabilitas politik yang hanya bisa diwujudkan jika pemerintah didukung partai yang memperoleh suara mayoritas di parlemen hingga kesamaan nilai dasar mempertahankan kemajemukan bangsa.
Meski sudah berderang dikemukakan argumentasinya, tak terlalu mengejutkan jika banyak yang merasa bingung, terutama dengan langkah yang diambil PDI Perjuangan. Bagaimana tidak. Kalau melihat posisinya hari ini, kedua partai jelas tengah berada dalam kubu yang berseberangan. Yang satu jadi oposisi, yang lain justru menjadi pendukung inti kubu pemerintah.
Jika dirunut lebih ke belakang, keduanya bukan tak pernah menjalin koalisi. Dalam pilpres 2004, keduanya menjadi motor Koalisi Kebangsaan yang mengusung Megawati sebagai calon presiden. Belakangan setelah kalah, Golkar lompat pagar meninggalkan PDIP menjadi oposisi yang kesepian."Kok nggak kapok-kapok juga ya?"ujar seorang aktivis politik dari kalangan muda dengan nada jengkel.
Dalam politik, barangkali soal pentingnya memang bukan kapok atau tidak kapok. Tapi, bagaimana bisa berkuasa. Itu pula yang tersirat dari pernyataan Taufik Kiemas yang berbicara mengenai target memperoleh 60% suara oleh kedua partai dalam pileg 2009 mendatang..
2009?
Meski Taufik mengaku tak menyoal siapa yang bakal menang diantara keduanya (PDIP dan PG) dan juga tak mempermasalahkan siapa yang akan diusung dalam pilpres 2009 mendatang, tak ayal sejumlah spekulasi meruyak.
Pertanyaan yang paling awal mengemuka, tentu saja, siapa yang bakal mereka usung? Dari kubu PDIP tak banyak nama yang beredar. Selain ketua umumnya sendiri (Megawati Sukarnoputeri), nama yang paling kerap disebut-sebut adalah Sekjennya snediri, Pramono Anung. Memang sempat beredar wacana untuk mengusung Panda Nababan. Tapi gagasan ini meredup dengan sendirinya lantaran latar belakang Panda yang bukan Islam.
Sebaliknya, dari kubu Golkar, nama-nama yang bisa menjadi kandidat sedikit lebih banyak. Selain Jusuf Kalla (JK), masih ada nama-nama seperti Surya Paloh, Sultan HB X, Aburizal Bakrie, Fadel Muhammad. Dari nama-nama ini, peluang terbesar tetap ada di pundak JK dan baru kemudian Sultan HB X.
Kalau keduanya bergandengan tangan, kombinasi yang paling diunggulkan adalah jika JK berpasangan dengan Pramono Anung. Ini dengan catatan Megawati memang benar-benar enggan untuk menyalonkan diri lagi. Tapi kalau Megawati masih ingin mencoba peruntungan lagi, Pilihannya jadi cukup pelik.
Yang paling mungkin dan punya kans untuk menang adalah jika Mega berpasangan dengan JK. Ini tentu saja kalau JK masih konsisten dengan keyakinannya sendiri bahwa hingga 10 tahun ke depan masih tertutup peluang orang non-jawa jadi presiden di republik ini.
Tapi terbuka kemungkinan lain, Golkar kembali "terbelah". Bila ini yang terjadi, JK akan tetap berpasangan dengan SBY (atau bisa pula menggandeng Sutiyoso).
Nah, dalam situasi ini, beberapa kadernya diperkirakan bakal mendapuk Akbar Tandjung (AT) menjadi pasangannya Megawati. Dengan Akbar, Megawati jelas merasa lebih nyaman. Setidaknya karena AT menunjukkan sikapnya yang jelas mengenai komitmen kedua partai ini berkoalisi sebagai opisisi sesuai pilpres 2004 lalu.
Tapi tak sedikit yang meyakini, rencana koalisi antar dua partai terbesar di republik ini sebenarnya bertujuan lain. Taufik Kiemas, kata mereka, bukan politisi kemarin sore. Dia diyakini mahfum bahwa dalam urusan pemilihan presiden, preferensi pemilih lebih condong berdasarkan pada figur kandidat ketimbang berdasarkan ideologi yang diusungnya. Dengan begitu, peluang kedua partai ini untuk memenangkan pilpres masih tanda tanya besar.
Lantas apa yang mendorong keduanya kembali berakrab-akrab? Ada yang menyebut, kemesraan ini merupakan cara Golkar mengirim pesan ke SBY.
Ini terkait dengan berkembangnya informasi yang menyebutkan bahwa SBY saat ini tengah menimang-nimang Akbar Tandjung untuk dijadikan pendampingnya di 2009 nanti. Tali silaturahmi konon disambungkan melalui Barindo, sebuah ormas yang mulanya dimotori Mayjen Yasin.Jenderal bintang yang dua yang sempat disebut-sebut bakal menjadi Mendagri ini termasuk jajaran inti dalam barisan pendukung SBY. Dengan menggandeng Akbar, SBY seperti sengaja hendak membelah Golkar. Maklum, siapapun tahu, AT masih punya banyak pendukung di lapisan bawah partai ini.
Lantas, pesan apa yang hendak dilansir PDIP? Ini yang cukup repot untuk ditebak. Yang mudah, orang menduga kemesraan ini sekadar upaya uji pasar saja. Hal serupa pernah dilakukan partai ini tatkala menggadang-gadangkan Din Syamsuddin sebagai calo wapresnya Mega, beberapa waktu lalu.
Yang sulit? Nah,inilah soalnya. Tak ada yang bisa dikorek dari kalangan internal PDIP. Tapi Anung sempat berkomentar, bahwa jika PDIP dan Golkar bertarung justru hanya menguntungkan partai lain. Tak disebutkan, partai apa yang dimaksud.
Partai apa ya?. demikian berpolitik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar