Tampilkan postingan dengan label pltn. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pltn. Tampilkan semua postingan

Kamis, 29 Maret 2007

Greenpeace batalkan Tenaga Nuklir

Greenpeace Indonesia mendesak Pemerintah Indonesia segera membatalkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang menurut rencana dimulai tahun 2010.

Juru Kampanye Iklim dan Energi untuk Greenpeace Indonesia, Nur Hidayati di Semarang, Rabu, mengatakan, PLTN di sejumlah negara maju dengan pengamanan dan kesadaran masyarakat lebih tinggi saja, masih menimbulkan masalah apalagi di negara berkembang.

Ia menyebutkan, insiden PLTN di Tokaimura, Jepang pada 1999, misalnya dua pekerjanya terkena radiasi dalam dosis mematikan. Kemudian tragedi Chernobyl pada 1986 yang menimbulkan ribuan korban. Badan Keamanan Nuklir Perancis harus mengaktifkan pusat tanggap darurat pada 2003 menyusul curah hujan tinggi di bagian hilir Sungai Rhone, yang diikuti dengan penutupan darurat dua reaktor karena bahaya yang ditimbulkan banjir.

Pada tahun 2000, Pemerintah Inggris menyatakan fasilitas pemprosesan kembali bahan bakar nuklir di Sellafied mengalami kegagalan mendasar dalam prosedur keamanan.
Menurut Nur Hidayati, PLTN bukan alternatif tepat menjawab krisis energi, apalagi sumber energi di Indonesia sangat beragam, mulai dari sinar Matahari, panas Bumi, air, angin, biomassa yang semuanya bisa dikonversi menjadi energi listrik yang terbarui (renewable). "Semua sumber energi terbarui tersebut memiliki potensi 5,9 lebih besar dari 'supply' energi global saat ini," kata lulusan ITB tersebut seraya menyebutkan bahwa tenaga air memiliki potensi 75,67 GW dan panas bumi sebanyak 27 GW.

Indonesia, kata Nur, berdasarkan cetak biru energi pemerintah, pada tahun 2010 mulai membangun PLTN di semenanjung Muria, Jepara dan dijadwalkan enam tahun kemudian pada 2016 PLTN ini sudah bisa beroperasi dengan kapasitas 4.000 MW. Ia menyebutkan, saat ini sebanyak 44 negara mengembangkan energi nuklir yang berpotensi untuk menghasilkan senjata nuklir hasil dari pengolahan limbah yang berbentuk plutonium.

Plutonium yang dihasilkan dari fasilitas sipil terus meningkat dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadi proliferasi. Pada 2003 sebanyak 230 ton plutonium dihasilkan dari fasilitas pemrosesan ulang komersial sedangkan plutonium yang dihasilkan dari pembuatan senjata nuklir sebanyak 250 ton. "Untuk membuat rudal nuklir hanya diperlukan lima kilogram plutonium. Bom nuklir yang menghancurkan Nagasaki pada 1945 dengan jumlah korban tewas 50.000 orang hanya mengandung 6,1 kilogram plutonium," katanya.

Mengutip Dirjen International Atomic Energy Agency (IAEA), Mohamed El Baradei, Nur Hidayati mengatakan, setiap negara yang memiliki kemampuan pengembangan bahan bakar nuklir secara utuh, dengan alasan apa pun mereka akan mampu membuat senjata nuklir hanya dalam hitungan bulan saja. "India, Pakistan, dan Korea Utara telah menggunakan fasilitas sipil mereka untuk mengembangkan senjata nuklir," katanya.

Mengingat energi nuklir menimbulkan risiko sangat tinggi terhadap lingkungan dan kehidupan, katanya, Greenpeace akan terus melawan upaya pembangunan PLTN. "Solusinya hanya satu, hentikan ekspansi PLTN dan menonaktifkan PLTN yang sudah ada. Gantikan PLTN dengan sumber energi terbarukan," kata Nur Hidayati.
republika

PKS StoryWirausaha Indonesia




Hubungi Kami:

Kantor : Gedung twink Lt 3, Jl Kapten Tendean no. 82, Mampang Prapatan Jakarta Selatan
Telp: 021-73888872/021-70692409

Email : cheriatna@gmail.com




Entri Populer

Info Haji

Biro Travel Haji Plus dan Umroh Prima Saidah