Untuk mengungkap masa lalu yang kelabu itu, kedua negara telah membentuk Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste. Adalah aneh jika negara bertetangga itu terus menyimpan kecurigaan masa lalu yang belum selesai. Sudah amat pasti ini akan menjadi belenggu hubungan di masa depan.
Sudah sejak pekan silam Komisi Kebenaran dan Persahabatan kedua negara bekerja. Sekitar 18 tokoh penting telah dimintai keterangan. Mantan Presiden BJ Habibie, Uskup Carlos Felipe Ximenes Belo, mantan Panglima Aitarak Eurico Guterres, mantan Penasihat Keamanan Satuan Tugas Panitia Penentuan Pendapat Timor Timur Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim adalah beberapa nama yang telah memberikan kesaksian kepada KKP.
Adalah wajar jika dari banyak orang terdapat banyak versi jawaban. BJ Habibie misalnya, menyebutkan kerusuhan itu karena Sekjen PBB Kofi Annan ingkar janji. Jajak pendapat yang digelar 30 Agustus 1999 itu sedianya diumumkan 7 September. Tapi, Annan memajukannya pada 4 September. Akibatnya, aparat keamanan Indonesia tidak siap.
Sekadar mengingatkan, dalam jajak pendapat itu pro-Indonesia hanya mendapat 21,5% suara. Sedangkan 78,5% dari 439.968 suara memilih Timor Timur merdeka. Padahal, waktu itu, para petinggi Indonesia berkeyakinan penuh prointegrasi pasti berjaya.
Jajak pendapat itu berbuntut kerusuhan yang amat destruktif. Karena pilihan itu pula, sesama saudara kemudian harus berpisah. Yang prointegrasi harus hengkang dari tanah air mereka, Timor Leste. Sebab, mereka sudah bukan lagi 'sesama bangsa', tetapi telah menjadi 'bangsa lain'.
Menurut Guterres, Indonesia, PBB, dan Portugal adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap kerusuhan itu. Sebab, ketiga pihak inilah yang amat berperan terhadap opsi jajak pendapat.
Belo juga menyebut ada tiga faktor kenapa kekerasan itu terjadi. Yakni kepentingan pemerintah Indonesia, oknum gereja yang prokemerdekaan, dan kultur masyarakat Timor Timur yang keras. Ia membantah tuduhan menyembunyikan 12 kotak suara di rumahnya yang diduga merugikan prointegrasi. Belo juga mengatakan tidak tahu ketika ditanya soal kecurangan Misi PBB untuk Timor Timur (UNAMET).
Zacky Makarim justru tegas menuduh UNAMET berada di balik kerusuhan. Menurut Zacky, alih-alih mengemban misi perdamaian, UNAMET justru membiarkan prokemerdekaan melakukan kecurangan dan bahkan kekerasan yang menewaskan puluhan orang.
Apa pun perbedaan dalam kesaksian itu, kita menyambut kerja KKP dan semua pihak yang telah bersedia memberikan kesaksiannya. KKP memang tidak mempunyai wewenang melakukan proses hukum. Hasil ini akan dilaporkan ke pemerintah masing-masing dan diteruskan ke Komisi HAM PBB.
Beberapa pihak yang disebut dalam kesaksian itu, seperti pihak UNAMET dan pemerintah Portugal, mestinya juga harus dimintai kesaksiannya. Sejarah memang harus dikatakan sepahit apa pun faktanya. Nanti, tinggal mereka yang berkepentingan mencari penyelesaian terbaiknya. Ini supaya tidak menjadi prasangka dan belenggu menatap masa depan.
editorial media indonesia
PKS Story
![]() |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar