Sudah setahun Lumpur panas Lapindo Brantas jadi momok yang mengerikan bagi warga Sidoarjo khususnya dan wilayah sekitarnya pada umumnya. Meski ada berbagai upaya penanganan, patut dicermati sejumlah kecenderungan yang berlangsung mengiringi proses penanganan kejadian ini.
Satu tahun lalu, lumpur panas menyembur dari dari sebuah sumur pengeboran gas, PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo hanya sekitar 50 meter dari pagar kawasan yang dikelola perusahaan ini.
Semburan lumpur itu berasal dari kebocoran dari pengeboran yang dilakukan di Sumur Banjar Panji I. Kebocoran tersebut diidentifikasi terjadi di kedalaman 9.297 kaki atau sekitar 2.800 m dengan intensitas semburan lumpur panas berkisar 40.000 m? dengan ketinggian 1 hingga 2 m.
Dalam setahun, sudah 717 hektar lahan yang terbenam. Dalam 9 bulan, kerugian ditaksir mencapai Rp 30-33 trilyun (versi Genomik dan Bappenas).
Sudah setahun semburan itu berlangsung, berbagai upaya sudah dilakukan untuk menghentikannya. Meski demikian, dalam setahun ini, kiranya patut kembali dijejaki beberapa kecenderungan yang tak sehat yang mengiringi proses penanganan lumpur panas yang menyengsesarakan tak kurang 18 ribu jiwa dan ratusan industri lainnya ikutan limbung dan tak sedikit yang sudah kolaps.
Bencana Korporasi, Bukan Bencana Alam
Mulanya, sebab kebocoran gas yang mengakibatkan semburan lumpur panas itu dikaitkan dengan gempa bumi yang terjadi dua hari sebelumnya di Yogyakarta. Belakangan, semburan itu disebut-sebut sebagai gejala alam yang disebut mudvolcano yang banyak tersebar di Indonesia (khususnya di Indonesia Timur dikenal dengan istilah poton).
Padahal, berdasarkan memo internal yang disampaikan Medco Energi Persada, Lapindo Brantas telah diingatkan untuk menggunakan selubung (casing) jika melakukan pengeboran di kedalaman 2500 m lebih. Dengan alasan efisiensi, PT Lapindo Brantas mengabaikan saran itu. "Ini bukan bencana alam, tapi bencana korporasi," begitu salah satu kesimpulan bersama sejumlah akademisi dan politisi ketika beraudiensi dengan Fraksi PDI Perjuangan beberapa waktu lalu.
Lusi-Alan, Bukan Lusi
Masih terkait dengan itu, sejumlah pihak mulai menyebut kejadian semburan lumpur ini dengan istilah yang terdengar manis: Lusi alias Lumpur Sidoarjo. Nama Lusi bisa dikonotasikan dengan salah seorang personel AB Three yang molek itu. Tapi juga bisa diasosiasikan dengan nama-nama badai yang kerap diberi nama perempuan itu, semisal badai Katerina atau Badai Wilma.
Beberapa kalangan secara latah atau pula dengan sengaja dengan senang hati mengadopsi istilah ini. Untungnya, media massa tak kebablasan.
Sebagaimana ditulis Alois Budi Nugroho dalam artikelnya di Kompas, 26 November silam, "Lumpur panas telah diasosiasikan dengan citra Lusi. Akuntabilitas menjadi kian kusut dan kian sulit diusut. Dengan Lusi seakan-akan "Sidoarjo" yang harus bertanggung jawab, bukan Lapindo Brantas. Maka, ada usul supaya singkatannya dilengkapi menjadi "Lusi-Alan". Kependekan dari "Lumpur Sidoarjo Akibat Lapindo".
Ganti Rugi atau Jual Beli?
Penanganan pembayaran terhadap korban menimbulkan pertanyaan. Setelah kubangan lumpur kian luas,Lapindo Brantas bersikeras menolak memberikan pemberian ganti rugi menurut model yang diberikan kepada 4 desa pertama yang sudah terlebih dahulu tenggelam.
Alasannya, wilayah baru yang terbenam, semisal kawasan Perumtas-1 tidak termasuk dalam peta lumpur 4 Desember 2006. Lapindo bersikeras hanya mau memberikan ganti rugi dengan cara mencicil. Alasannya, pembayaran tunai melanggar ketentuan. Yang kemudian membuat warga bertanya-tanya, pembayaran itu mensyaratkan para korban menyerahkan sertifikat asli ke Lapindo untuk mendapatkan kompensasi awal sebesar 20% itu. Tak heran kalau ada yang bertanya,"Ini proses jual-beli atau proses pertanggungjawaban korporasi yang telah lalai?"
Berdasarkan peta 22 Maret 2007, areal dampak lumpur panas Lapindo diperluas antara lain meliputi 6.518 bangunan Perumtas-1, 768 bangunan di Desa Kedungbendo, 76 bangunan dan 8 hektar sawah di Desa Ketapang, 73 bangunan dan 13,8 hektar sawah di Desa Gempolsari, 30 bangunan dan 8.849 meter persegi sawah Desa Kalitengah dan 800 bangunan di Desa Renokenongo.
Hanya saja, yang mengejutkan, untuk keperluan rehabilitasi infrastruktur yang rusak akibat luapan lumpur dan masalah sosial kemasyarakatan di luar peta tanggal 22 Maret 2007 akan dibebankan kepada APBN.Padahal, sebelumnya, pemerintah sudah menegaskan, Lapindo Brantas harus bertanggungjawab terhadap kerugian yang ditimbulkan lantaran semburan lumpur panas itu.Yang kemudian menjadi pertanyaan, bagaimana jika daerah yang terbenam lumpur panas Lapindo ini terus meluas karena intensitas semburan juga terus meningkat?
Pelepasan atau Penjualan Kepemilikan?
Yang tak tuntas pula adalah soal penjualan kepemilikan saham milik MEP. Dengan kepemilikan sebesar 32% (18% lainnya di tangan Santos dan 50% lainnya berada di tangan Lapindo Brantas yang sekaligus bertindak selaku operator), anak perusahaan Medco ini melepas kepemilikannya ke Bakrie hanya senilai USD 100. Penjualan ini patut ditelusuri motifnya.
Jika disebut hendak melarikan diri dari tanggung jawab, Medco sebenarnya dalam posisi yang sangat aman. Sebab, berdasarkan kontrak perjanjian, Medco terbebas dari beban menanggung kerugian menyusul memo internal yang pernah mereka sampaikan sebelumnya menyangkut penggunaan casing untuk pengeboran di atas 2500 meter. Pada tahun 1990-an, Medco pernah mengalami kejadian serupa di pengobarannya yang berlokasi di Kalimantan. Namun, ketika itu, bencana yang lebih dahsyat bisa dihindari karena Medco segera mendatangkan ahlinya yang mereka bayar dengan harga selangit.
Penjualan itu juga mengherankan karena Medco menginsyafi, potensi gas yang ada di wilayah eksplorasi itu luar biasa banyaknya. Konon, walaupun semburan lumpur ini akan berlangsung 30 tahun, potensi gas yang tersisa masih sangat ekonomis. Jadi mengapa tiba-tiba Medco melego sahamnya dengan harga murah? Bappepam sudah sewajarnya mengusut ini dengan serius agar pemegang saham publik tak dirugikan. Sebab bagaimanapun Medco merupakan perusahaan yang terdaftar di BEJ.
Keuntungan Masa Depan?
Jika estimasi gas itu benar, tentu saja dalam 30 tahun ke depan, Lapindo Brantas yang dipunyai keluarga Bakrie ini bakal menangguk untung. Selain gas, mereka bakal menguasai lahan yang sangat luas. Jika nantinya dialihfungsikan sebagai lahan komersial, tak terbayang pundi-pundi yang mengalir deras ke group Bakrie ini.
Maka mencuat pula pertanyaan, tidakkah seharusnya pemerintah mengikat perjanjian baru dengan group Bakrie untuk meng-share keuntungan itu terhadap para korban lumpur Lapindo, baik penduduk, dunia usaha ataupun biaya rehabilitasi infrastruktur publik yang kini dibiayai APBN. Potensi keuntungan itu tidak dengan sendirinya mengurangi kewajiban Lapindo pada saat ini.
Loh, Belum Ada Peradilan-nya?
Sudah setahun becana korporasi ini terjadi. Apakah Lapindo Brantas benar bersalah? Secara hukum, belum ada proses yang mengarah untuk mengusut siapa pihak yang paling bertanggung jawab terhadap bencana korporasi ini. Pada awalnya, sejumlah manajer dan pekerja Lapindo Brantas memang telah diperiksa aparat hukum. Namun, secara perlahan, pengusutan bencana ini secara hukum tak terdengar lagi. Ada beberapa pihak yang khawatir, tanpa kejelasan hukum, suatu saat Lapindo Brantas bisa mengklaim dirinya tak bersalah!
Setahun sudah semburan Lapindo berlangsung. Belum dapat dipastikan kapan semburan itu berhenti. Belum dapat dipastikan, bagaimana caranya agar wilayah yang terbenam tidak semakin meluas. Belum dapat dipastikan pula, nasib para korban seperti anak-anak yang putus sekolah karena orang tuanya kehilangan pekerjaan, belum lagi problem psikisnya. Belum banyak yang sudah diselesaikan.
"Ini adalah satu tahun yang sia-sia. Seharusnya dengan sumberdaya dan mandat politik yang tersedia dapat digunakan semaksimal mungkin untuk menangani kasus ini," ungkap Chalid Muhammad, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, dalam konferensi pers Setahun Lumpur Panas di Jakarta kemarin (28/5).
Sudah setahun, loh. Bukan baru 3 atau 5 bulan.
Membantu Mewujudkan Niat Anda Ke Tanah Suci Bersama PT Cheria travel ( KBIH ) Wisata Tour Biro Travel Haji Plus dan Umroh
Selasa, 29 Mei 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hubungi Kami:
Kantor : Gedung twink Lt 3, Jl Kapten Tendean no. 82, Mampang Prapatan Jakarta Selatan
Telp: 021-73888872/021-70692409
Email : cheriatna@gmail.com
Kantor : Gedung twink Lt 3, Jl Kapten Tendean no. 82, Mampang Prapatan Jakarta Selatan
Telp: 021-73888872/021-70692409
Email : cheriatna@gmail.com
Entri Populer
-
Setelah mengalami penurunan biaya onh tahun 2011 di harapkan di tahun 2012 ongkos naik haji atau ONH bisa turun lagi dikisaran 30 juta rup...
-
Bukan hanya penyakit kronis yang menahun, antrian calon jamaah haji di Indonesia juga sudah cukup panjang. Di sisi lain, hal ini menggamba...
-
=== Google News Alert for: Travel Umrah === The Business of Hajj elan: The Guide to Global Muslim Culture According to Madinah Chamber ...
-
Semangat kaum muslimin indonesia untuk menunaikan ibadah haji sungguh luar biasa, bagi yg ingin segera menunaikan ibadah ini secepatnya bany...
-
Sudah menjadi tradisi di Indonesia, setiap kali ada kerabat atau tetangga yang pulang dari menunaikan ibadah haji , selalu ditengok untuk se...
-
Dapatkan Bisnis Waralaba / Franchise Travel Haji dan Umrah Dari PT.Happy Prima Wisata hanya dengan Rp.135.000.000 Saja Informasi dan Presen...
-
Di Tanah Suci, baik Makkah Al Mukaromah maupun Madinah Al-Munawarah, juga terdapat tempat-tempat bersejarah, yang meskipun bukan tempat pela...
-
Supaya perjalanan ke Tanah Suci dalam rangka menunaikan Ibadah Haji berjalan dengan baik dan lancar, ada baiknya beberapa hal dipersiapkan. ...
-
Menunaikan ibadah haji memerlukan persiapan yang sungguh-sungguh. Selain mempersiapkan fisik Anda juga wajib menyiapkan diri dengan membekal...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar