Kamis, 22 Maret 2007

Koalisi 'keroyokan' Merugikan Jakarta

Koalisi 'keroyokan' untungkan Adang?
oleh : Rudi Ariffianto dan Tri Dirgantara Pamenan - Bisnis Indonesia - Artikel
Koalisi 'Keroyok' Adang?
Suatu pagi di Depok, 9 Oktober tahun lalu. Adang Daradjatun, saat itu masih sebagai Wakapolri, memberikan kuliah umum di kampus FISIP UI. Pak Adang pun dengan lancar berceramah seputar reformasi di tubuh Polri.

Seorang mahasiswa saat itu bertanya kritis, "Apakah seorang pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai pimpinan daerah boleh merangkap jabatannya?"

Dia hanya menjawab diplomatis, "Sesuai dengan UU, setiap pejabat pemerintah yang mau maju dalam pilkada tentu harus mengundurkan diri dari jabatannya."

Ternyata, dia pensiun 21 Desember 2006. Toh pamor Adang setelah itu justru makin mengkilap. Setidaknya begitulah hasil kajian Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny J.A. dan juga Lembaga Survei Indonesia (LSI) pimpinan Saeful Mujani.

Adanya wabah demam berdarah, melonjaknya harga beras, dan isu-isu sosial lainnya menjadi tema sentral yang digunakan Adang dan tim suksesnya. Aksi donor darah, pengobatan gratis, dan pasar murah dihelat untuk itu.

"Aktivitas Adang ke wilayah-wilayah banjir, aksi donor darah maupun program-programnya yang menarik, mampu meningkatkan popularitas Adang," ujar Denny.

PKS pun tampak makin pede menggandeng Adang. Presiden PKS Tifatul Sembiring menguatkan pendapat itu melalui survei internal PKS yang menunjukkan peningkatan popularitas Adang.

Tifatul menegaskan PKS terus berada di belakang Adang untuk menjadikannya lebih populer dengan terus turun gunung. Survei internal PKS juga menyebutkan mayoritas masyarakat Jakarta percaya kepada siapa saja calon yang diajukan PKS.

Siapakah Adang Daradjatun? Besar di Jakarta, Adang dikenal sebagai 'anak budut'--sebutan untuk pelajar SMA Budi Utomo-- meski akhirnya pada kelas tiga dia pindah ke SMA 3 Bandung. Bapaknya yang seorang jaksa sebetulnya ingin dia menjadi insinyur. Tapi, sejak kecil Adang memang bercita-cita jadi tentara.

Singkat cerita, dia pun memilih masuk Akabri Magelang hingga akhirnya sampai ke pucuk pimpinan di Polri. Saat pemisahan Polri dengan TNI, Adang sempat menjadi motor dalam kelompok kerja reformasi Polri.

Dikeroyok

Jika popularitas dijadikan salah satu parameter untuk menjadi B-1, Adang tampaknya combat ready. Apalagi, belakangan Adang juga rajin berkunjung ke kantong-kantong masyarakat Betawi dan nahdliyin, yang dicitrakan lebih lekat dengan Fauzi Bowo.

Namun, siapa pendamping Adang dinilai bisa menjadi faktor sangat penting dan menentukan keberhasilannya meraih B-1. Penilaian ini masih bisa diperdebatkan dan memang turut menjadi dialektika internal.

Penilaian itu diungkapkan Denny J.A., lagi-lagi dengan alasan popularitas. Denny menyarankan PKS untuk berhati-hati dalam memilih cawagub. Menurut dia, akan lebih baik pasangan Adang diambil dari figur populer di luar PKS.

Lain lagi pengamat politik Fachry Ali yang justru tak mempersoalkan modal popularitas. Fachry bahkan mengatakan, "Siapapun pasangan yang disodorkan PKS kepada warga Jakarta akan menjadi penantang yang kuat."

Kesuksesan Adang untuk melaju memang tergantung siapa pasangannya. Nama yang paling santer disandingkan sebagai balon cawagub adalah anggota FPKS DPRD DKI Jakarta Dani Anwar. Namanya mengalahkan sosok lain seperti Igo Ilham, presenter acara rohani di televisi swasta, dan juga Ahmad Heryawan yang Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.

"Itu sudah ditetapkan jauh-jauh hari, sebelum Maret. DPP sudah tetapkan Dani Anwar untuk mendampingi Adang, hanya menunggu timing saja," ujar politisi senior PKS Soeripto. PKS perlu memasang calon dari kadernya agar lebih mudah melakukan pengawasan.
Dalam Pemilu 2004, PKS menguasai DKI Jakarta dengan 1,06 juta suara atau 22,32% dari total suara. Dua parpol pesaing terdekat, yaitu Partai Demokrat dan PDIP masing-masing dengan 20,24% dan 14,02% suara.

Tetapi, deklarasi pencalonan bersama Fauzi Bowo yang diklaim melibatkan 18 parpol pada pekan lalu tentu tak dapat dianggap main-main oleh PKS.

Koalisi yang dimotori Partai Demokrat, PDIP, Partai Golkar, dan PPP di atas kertas tentu akan mengubah peta politik di Ibu Kota. Meski PAN dan PKB hingga kini belum menyatakan posisinya secara tegas.

Khawatir dengan kekuatan PKS? Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDIP Taufik Kiemas membantah hal itu. "Koalisi Jakarta tidak untuk mengeroyok PKS." Toh, tak sedikit pengamat, termasuk Faisal Basri-bakal calon yang gagal masuk dalam penjaringan di PDIP-yang melihat 'aksi koalisi' partai-partai besar itu sebagai ketakutan yang berlebihan.

Sebagian pengamat politik justru melihat 'pengeroyokan' parpol-parpol besar terhadap PKS akan menimbulkan simpati publik terhadap Adang.

Apapun juga, pertarungan seolah langsung masuk ke babak final: Adang Daradjatun vs Fauzi Bowo. Siapa pemenangnya? Selagi pemilu masih jurdil, tentu hasilnya tergantung pada Anda semua.

Bisnis Indonesia
Technorati icon

PKS StoryWirausaha Indonesia




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hubungi Kami:

Kantor : Gedung twink Lt 3, Jl Kapten Tendean no. 82, Mampang Prapatan Jakarta Selatan
Telp: 021-73888872/021-70692409

Email : cheriatna@gmail.com




Entri Populer

Info Haji

Biro Travel Haji Plus dan Umroh Prima Saidah